INDEF: Pertumbuhan Ekonomi 4,7% Terburuk Sejak 2009


Institute for Development Economic and Finance (Indef) merilis rapor untuk menilai pemerintahan Jokowi-JK yang sudah efektif bekerja selama enam bulan. Salah satunya terkait dengan angka pertumbuhan ekonomi sepanjang kuartal I tahun 2015.

Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai pertumbuhan ekonomi sudah anjlok. “Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,7%, merupakan pertumbuhan terendah atau terburuk sejak tahun 2009. Penurunan ini lebih buruk baik dibandingkan dengan kuartal IV-2014 maupun rata-rata pertumbuhan sepanjang 2014 yang masih sebesar 5 %,” katanya di Jakarta, Jumat (8/5).

Anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu dari 10 indikator ekonomi Indonesia berada dalam lampu kuning. Indef merilis laporan tersebut sebagai kajian singkat untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Jokowi-JK.

“Sayangnya, dari beberapa capaian ekonomi selama kuartal I 2015 menunjukkan perkembangan yang justru memburuk, bahkan semakin kontradiktif dari visi Nawacita yang diusung oleh Pemerintahan Jokowi-JK,” tambahnya.

Indikator lainnya, lanjut Enny, adalah kualitas pertumbuhan yang semakin merosot. “Penurunan pertumbuhan ekonomi disertai oleh kemerosotan kualitas pertumbuhan. Transformasi struktur ekonomi gagal dilakukan. Pertumbuhan sektor tradable justru merosot cukup tajam, sedangkan sektor non-tradable masih tetap naik,” jelas Enny.

Enny memaparkan saat ini sumbangan ekonomi sektor jasa justru tumbuh tinggi, seperti jasa informasi dan komunikasi tumbuh 10,53%, jasa lainnya 8% dan jasa keuangan dan asuransi 7,57%. “Padahal sektor-sektor tersebut relatif kedap dalam menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja formal. Tak heran jika angka pengangguran pun meningkat pada Februari 2015 (5,81%) dibandingkan dengan Februari 2014 (5,70%),” ujarnya. Selain itu, porsi investasi terhadap PDB justru semakin kecil, turun dari 32,5% pada kuartal IV 2014 menjadi 31,94% pada kuartal I 2015.

Poin indikator ketiga adalah penerimaan negara yang mengalami penurunan seperti penerimaan pajak yang baru 15,32% dari target penerimaan pajak 2015, bahkan justru turun 5,6% dibandingkan kuartal I 2014. Keempat adalah nilai tukar Rupiah semakin tertekan.

“Fluktuasi nilai tukar rupiah terjadi sepanjang kuartal I 2015. Posisi terkuat rupiah hanya pada level Rp 12.444 per dollar AS. Bahkan Rupiah sempat mencapai titik terlemah pada posisi Rp 13.237 per dollar AS,” ujar Enny.

Nilai tukar rupiah melemah sejak awal Januari hingga awal Mei 2015. Rupiah mengalami depresiasi sebesar sepanjang Januari-awal Mei sebesar 4,16%, sementara posisi awal bulan Mei 2015 dibanding awal Mei 2014 melemah sebesar 10,9% (yoy).

Poin kelima adalah penurunan keyakinan bisnis. Indeks tendensi bisnis (ITB) yang merupakan refleksi persepsi pelaku usaha terhadap prospek ekonomi yang akan datang juga turun menjadi 103,42 dari 104,07 di kuartal IV 2014. “Hal ini dikonfirmasi oleh perkembangan sektor riil yang terefleksi dari pertumbuhan kredit hanya 12,2%, di bawah target BI sebesar 15-17%,” kata Enny.

Poin keenam adalah ketimpangan ekonomi antar wilayah semakin memburuk. Kalimantan hanya tumbuh 1,1%, merosot dari capaian selama 2014 sebesar 3,2%. Sumatera hanya tumbuh 3,5%, juga melorot dari 4,7% dari posisi 2014. Maluku dan Papua tumbuh 3,7%, turun sebesar 60 basis poin dari pertumbuhan 4,3%.

Jawa mengalami penurunan paling kecil dari 5,6% tahun 2014 menjadi 5,2%, 50 basis poin. Hanya Sulawesi dan Nusa Tenggara (Bali, NTB, dan NTT) yang menikmati kenaikan pertumbuhan. Sulawesi naik dari 6,9% menjadi 7,3%. Nusa Tenggara dari 5,9% menjadi 8,9% untuk kuartal I 2015. “Namun, karena keduanya hanya menyumbang masing-masing sebesar 5,7% dan 3% terhadap nasional, dampaknya tidak signifikan untuk menyangga pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.

Poin ketujuh adalah menurunnya produktifitas nasional. Hal ini terlihat dari kinerja industri manufaktur yang justru semakin terpuruk dimana industri pengolahan hanya tumbuh 3,87%. “Nilai ekspor merosot sebesar 11,7% dan impor nonmigas juga menurun sebesar 5%,” ungkapnya.

Kedelapan adalah menurunnya peran intermediasi perbankan. Dimana total kredit outsounding bulan Februari 2015 melambat dari 18.8 menjadi 12.52 dari posisi Januari 2015. Selain itu, kualitas kredit semakin menurun, ditunjukkan oleh semakin kecilnya aliran kredit ke sektor riil (sektor tradable).

Poin kesembilan adalah menurunnya indikator kesejahteraan. Indef melihat penggangguran terbuka bukan menurun justru meningkat 300 ribu orang. Lalu, Nilai Tukar Petani (NTP) April turun menjadi 137 padahal pada saat yang sama terjadi kenaikan harga beras.

Terakhir adalah menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari beberapa hal. Pertama, penjualan mobil turun 9,1%, bahkan pada Februari semakin merosot sebesar 20,6% (yoy). Kemudian, penjualan sepeda motor juga turun tajam, masing-masing 11,5% pada Januari dan 16,3% pada Februari 2015.

Lalu, penjualan semen, makanan olahan, omzet perdagangan eceran semuanya juga mengalami penurunan. “Indeks keyakinan konsumen yang ditunjukkan oleh indeks tendensi konsumen (ITK) turun dari 107,62 pada kuartal IV 2014 menjadi 106,93 pada kuartal I 2015.
(Kartika Runiasari/CN41/SMNetwork)

Sumber: http://berita.suaramerdeka.com/bisnis/indef-pertumbuhan-ekonomi-47-terburuk-sejak-2009/

Comments